9 November 2024

Tobrut, Istilah Berbahaya dan Berpotensi Terjerat Hukum

Tobrut, Istilah Berbahaya dan Berpotensi Terjerat Hukum

Bisa dikatakan bahwa, kekerasan berbasis gender dan pelecehan verbal merupakan isu yang kerap terabaikan, terutama di ranah digital. Salah satu istilah yang sering digunakan untuk merendahkan perempuan adalah “tobrut”, singkatan dari bahasa tidak senonoh (tok*t brutal). Istilah ini secara terang-terangan merendahkan fisik perempuan, dan sayangnya, banyak yang menganggapnya sekadar candaan atau hal biasa di dunia maya. Padahal, implikasinya lebih serius dari yang kita duga.

Pelecehan verbal adalah tindakan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban. Menurut Komnas Perempuan, penggunaan istilah yang merendahkan fisik perempuan, seperti tobrut, tergolong dalam bentuk kekerasan seksual non-fisik. Kekerasan ini mungkin tidak terlihat secara kasat mata, namun dampaknya nyata, mulai dari menurunnya rasa percaya diri korban, hingga memicu depresi.

Indonesia telah mengambil langkah signifikan untuk menangani kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan verbal. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No. 12 Tahun 2022, Pasal 5 secara tegas menyatakan bahwa pelecehan verbal, termasuk komentar yang merendahkan atau bersifat seksual, adalah bentuk tindak pidana. Pelaku pelecehan verbal dapat dikenai hukuman penjara hingga 9 bulan dan/atau denda hingga Rp10 juta. Regulasi ini menunjukkan bahwa negara serius dalam melindungi martabat perempuan dari serangan verbal yang berpotensi merusak psikologis mereka.

Bahaya terbesar dari istilah seperti tobrut adalah normalisasi. Ketika masyarakat, khususnya pengguna media sosial, terus menggunakan istilah ini tanpa merasa bersalah, maka pelecehan verbal seolah-olah menjadi bagian dari budaya populer. Hal ini berbahaya karena membentuk persepsi bahwa menghina fisik perempuan atau merendahkan martabatnya adalah hal yang wajar.

Padahal, setiap perempuan berhak atas rasa aman, baik di ruang publik maupun di dunia maya. Komentar-komentar yang merendahkan seperti ini hanya memperkuat patriarki dan memperlemah posisi perempuan dalam masyarakat.

Sebagai bagian dari generasi muda yang aktif di dunia digital, penting bagi kita untuk lebih bijak dalam berkomunikasi. Memilih kata yang tepat dan menghargai martabat setiap individu, terutama perempuan, adalah langkah kecil yang berdampak besar. Jangan sampai hanya karena lucu-lucuan, kita malah terlibat dalam tindakan pelecehan verbal.

Tidak hanya pelaku yang harus diingatkan, tetapi juga masyarakat secara umum. Dalam dunia maya yang semakin kompleks, kita memiliki tanggung jawab bersama untuk menciptakan ruang yang aman bagi semua. Menghentikan penggunaan istilah seperti tobrut adalah salah satu langkah awal yang bisa kita ambil.

Sebagai kesimpulan, mari kita bersama-sama menolak segala bentuk pelecehan, baik verbal maupun non-verbal. UU TPKS adalah tameng hukum yang bisa melindungi kita, namun yang lebih penting adalah kesadaran kita untuk saling menghormati dan menjaga martabat satu sama lain. Dengan begitu, kita tidak hanya mendukung hak-hak perempuan, tetapi juga membantu membangun dunia maya yang lebih sehat dan aman.

Penulis: Mutiara Firdhausy An-Nawawi I Ketua PC IPPNU Babat