17 Oktober 2025

Musran NU, Nyala Api Perjuangan di Tingkat Akar Rumput

Musran NU, Nyala Api Perjuangan di Tingkat Akar Rumput

Musyawarah Ranting NU Sogo, Selasa 14/10/25 di Masjid Nurul Islam Sogo I Foto Istimewa

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan desa atau kelurahan, ada sebuah momen penting yang menandai regenerasi dan penguatan komitmen para pengabdi Nahdlatul Ulama. Momen itu bernama Musyawarah Ranting Nahdlatul Ulama, atau disingkat Musran NU.

Musran adalah forum permusyawaratan tertinggi yang berkedudukan di level organisasi NU paling bawah, yakni Ranting —setingkat desa atau kelurahan. Ia menjadi ajang pertanggungjawaban kepemimpinan yang telah usai, sekaligus penentuan arah perjuangan (khidmat) untuk lima tahun ke depan.

Setiap lima tahun sekali, para tokoh ulama, kiai, ustaz, dan aktivis di tingkat akar rumput berkumpul. Suasana musyawarah selalu kental dengan nuansa kekeluargaan dan kearifan tradisi. Mereka mencurahkan ide, pemikiran, dalam bingkai semangat gotong royong membangun desa.

Ranting NU, Ujung Tombak Nahdlatul Ulama

Ranting Nahdlatul Ulama (NU) di tingkat desa atau kelurahan memang secara luas diakui dan disebut sebagai ujung tombak dari seluruh organisasi NU. Karena NU di tingkat ranting merupakan garda terdepan dan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan warga nahdliyin dan masyarakat umum.

Lagi, semua kebijakan dan program dari tingkat pusat (PBNU), wilayah (PWNU), atau cabang (PCNU) akan terwujud nyata atau tidak, sangat bergantung pada Ranting sebagai pelaksana di lapangan. Juga, ranting NU adalah basis khidmah dan pengabdian, dimana aktivitas rutin NU yang paling esensial —seperti pengajian (majelis taklim), tahlilan, istigasah, peringatan hari besar Islam, hingga gerakan sosial dan ekonomi (misalnya melalui Koin NU)—semuanya berjalan di tingkat Ranting. Inilah tempat khidmah (pengabdian) NU benar-benar mengakar.

18 Ranting Melakukan Musran

Langkah yang diambil oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Babat dengan menggelar Musyawarah Ranting (Musran) di 18 Ranting sepanjang bulan Oktober 2025 merupakan sebuah gerakan konsolidasi organisasi yang patut diapresiasi. Istilah “peremajaan” sangat tepat untuk menggambarkan proses ini, karena maknanya jauh lebih dalam daripada sekadar pergantian pengurus.

Dengan terpilihnya nakhoda baru —seorang Rais Syuriah yang menaungi sisi keulamaan dan seorang Ketua Tanfidziyah yang memimpin gerak organisasi—Pengurus Ranting NU siap kembali turun ke tengah masyarakat. Musran bukan sekadar seremonial pergantian tampuk kekuasaan, melainkan momentum strategis untuk mengokohkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah dan memastikan bahwa khidmat NU terus bergema, mulai dari surau kecil hingga pelosok desa.

Musran NU Ranting Sogo, di Masjid Tertua di Babat

Pergerakan konsolidasi organisasi yang digulirkan oleh MWCNU Babat melalui Musran di 18 Ranting menemui titik yang penuh makna di Ranting Sogo. Pelaksanaan Musran NU Ranting Sogo berlangsung di tempat yang sangat istimewa: Masjid Nurul Islam, salah satu masjid tertua di Kecamatan Babat. (14/10/25)

Masjid yang diperkirakan berdiri sejak tahun 1920 M ini bukan hanya menjadi saksi bisu perkembangan Islam di wilayah tersebut, tetapi juga merepresentasikan kedalaman akar sejarah Nahdlatul Ulama di Sogo. Letaknya yang ikonik, berada persis di samping rel kereta api yang menjadi pintu masuk desa, seolah menegaskan bahwa Masjid Nurul Islam adalah gerbang spiritual dan peradaban yang telah berdiri kokoh selama satu abad.

Semoga kepengurusan baru masa khidmat 2025-2030 ini membawa NU di Desa Sogo berkibar, khususnya membumikan ahlu sunnah wal jamaah dalam bingkai Islam rahmatan lil alamin. Serta, memastikan api perjuangan untuk umat tidak pernah padam di tingkat paling dasar.

H. R. Umar Faruq

Pemred NUBC